Ada pengakuan mengejutkan dari artis Fujianti Utami Putri atau Fuji. Ia mengalami gangguan mental Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Fuji mengaku sudah merasakan gangguan ADHD sejak 2022 sehingga membuatnya tidak fokus saat menjalani aktivitas hingga susah mengingat sesuatu. "Tahu (mengidap penyakit ADHD) tuh tahun 2022 lalu kayaknya, dari psikolog aku pas aku ke sana," kata Fuji.
Lantas, apa ADHD ini? Mengutip Halodoc, ADHD adalah gangguan pada perkembangan otak yang menyebabkan penderitanya menjadi hiperaktif, impulsif, dan sulit memusatkan perhatian. Karena perilaku penderita ADHD yang biasanya terlihat sejak anak anak ini dianggap pribadi sulit diatur.
Apa Penyebab ADHD? Kunci Jawaban Soal, Apa Perubahan Praktik Anda di Ruang Kelas yang Telah Anda Lakukan? Kunci Jawaban Soal, Apa Inspirasi Baru yang Anda Dapatkan dari Upaya Tindak Lanjut?
INI Identitas 3 Korban Longsor di Taput, Satu Keluarga yang Tinggal di Medan Sunggal Tiduran Beralas Kardus di Tanah, Kisah KPPS di Batang Asai Sarolangun Dihantam Cuaca Buruk Saatnya Ubah Limbah Jadi Cuan dengan Pengolahan Sampah Galon Plastik PET Lewat Pendekatan Digital
Latihan Soal Beserta Kunci Jawaban Informatika Kelas 8 SMP/MTs, Persiapan Jelang PAS/UAS Semester 1 Ada yang menganggap bahwa ADHD disebabkan karena terlalu banyak menonton TV. Padahal, ADHD bukan disebabkan karena terlalu banyak menonton TV, kemiskinan, atau masalah keluarga, melainkan karena faktor genetik dan gangguan pada otak. Pada penderotaADHD, terdapat gangguan pada pusat perhatian dan saraf otak motorik yang membuatnya kesulitan untuk memusatkan perhatian dan mengendalikan perilaku.
Apa Saja Gejala ADHD? Sebenarnya, anak yang bersikap aktif adalah normal. Tapi, anak dengan ADHD memiliki gejala yang membuatnya kesulitan mengendalikan perilaku, sehingga dapat mengganggu aktivitasnya di sekolah atau di rumah.
Biasanya, sebagian besar kasus ADHD dapat terdeteksi pada usia 6 hingga 12 tahun dengan gejala: ADHD disebut tidak bisa disembuhkan, namun ada beberapa tindakan yang bisa dilakukan untuk mengendalikan gejala ADHD. Tindakan ini dilakukan untuk meningkatkan rasa percaya diri, meningkatkan kemampuan belajar, dan menjaga mereka dari tingkah laku yang dapat membahayakan diri mereka sendiri.
Biasanya, pengobatan ADHD dapat berupa obat obatan atau terapi. Obat obatan diberikan dokter untuk membuat penderita menjadi lebih tenang dan menurunkan sikap impulsifnya, sehingga penderita bisa lebih fokus. Sementara terapi dilakukan untuk menangai gangguan yang mungkin menyertasi ADHD, seperti depresi.
Terapi yang biasanya diberikan pada penderita ADHD adalah terapi perilaku kognitif, terapi psikologi, atau pelatihan interaksi sosial. Untuk mengobati ADHD, orang tua dan keluarga juga akan dilibatkan karena mereka yang paling sering berinteraksi. ADHD ternyata juga terjadi pada orang dewasa. Jika baru diketahui saat dewasa seperti yang dialami Fuji, sebenarnya gejalanya dimulai pada masa kanak kanak dan berlanjut hingga dewasa
Orang dewasa yang mengalami ADHD dapat menyebabkan hubungan tidak stabil, rendah diri, dan masalah lainnya. Gejala ADHD pada orang dewasa mungkin tidak sejelas anak anak. Pada orang dewasa, hiperaktif dapat bisa mereda, tetapi perilaku impulif, cemas, dan sulit fokus dapat terus belanjut.
Mengobati ADHD pada orang dewasa mirip anak anak. Pengobatan untuk ADHD pada orang dewasa termasuk obat obatan, konseling psikologis (psikoterapi), dan perawatan untuk masalah kesehatan mental apa pun yang terkait dengan ADHD. Gejala yang dirasaknnya Fuji ialah tingkahnya yang kadang tak terkontrol seperti saat berjalan ia seperti tak fokus. Kerapkali, ia menabrak saat berjalan. "Aku kan sempet suka nabrak, maksudnya kayak tiap jalan tuh apa pun ditabrak," kata Fuji, dikutip dari YouTube Intens Investigasi, Rabu (27/12/2023).
"Terus tiap naruh barang juga suka lupa," lanjut mantan kekasih Thariq Halilintar ini. Kini karena sudah mengetahui idap ADHD, Fuji harus mengurangi konsumsi gula berlebihan. Benarkah berpengaruh?
"ADHD itu nggak boleh konsumsi gula berlebih. Itu bisa menyebabkan aku semakin hiperaktif, nggak bagus buat kesehatan dan juga tidur," tutur Fuji. "Kayak dulu kan aku suka ngemil coklat, habis ngemil coklat tuh aku jadi aktif banget. Tapi malamnya aku jadi nggak bisa tidur, terus energinya habis banget. Makanya sekarang lagi ngurangin gula, ngurangin banget. Supaya aku nggak terlalu aktif. Itu bukan hal yang buruk kok,” pungkasnya. "Aku kan dulu suka banget nyemilin cokelat ya, habis nyemilin cokelat aku jadi aktif, nanti pas malamnya nggak bisa tidur terus energinya habis banget," terangnya.
Maka dari itu, mantan kekasih Thariq Halilintar itu kini memilih untuk mengurangi konsumsi gula. Sebab, orang yang mengidap penyakit ADHD jika mengkonsumsi gula secara berlebihan nantinya akan menjadi hiperaktif. "Ternyata kalau misalnya ADHD itu nggak boleh konsumsi gula berlebih, karena itu bisa membuat aku hiperaktif."
"Jadi nggak bagus buat kesehatan dan nggak bagus buat penyakit itu," tuturnya. "Sebenarnya aku juga lagi kurang kurangin banget biar aku nggak terlalu aktif," sambungnya. Apa yang dikatakan Fuji ini ada benarnya karena sebuah studi mengungkap keterkaitan ssupan Gula dengan ADHD.
Sebuah penelitian baru mengungkapkan kondisi attention deficit hyperactivity syndrome (ADHD), gangguan bipolar dan perilaku agresif, tak hanya terkait asupan gula, tetapi mungkin juga memiliki dasar evolusi. Melansir Medical Xpress, Minggu (19/10/2020), studi tersebut dilakukan oleh sekelompok peneliti dari University of Colorado Anschutz Medical Campus dan telah diterbitkan dalam jurnal Evolution and Human Behavior. Dalam makalah penelitian ini, peneliti menjelaskan hipotesis yang menunjukkan bagaimana peran fruktosa, komponen gula dan sirup jagung fruktosa tinggi, serta asam urat (metabolit fruktosa), dalam meningkatkan risiko gangguan perilaku.
"Kami menyajikan bukti bahwa fruktosa, dengan menurunkan energi dalam sel, dapat memicu respons mencari makan yang serupa dengan apa yang terjadi saat kelaparan," kata penulis utama Richard Johnson, MD, profesor di Fakultas Kedokteran, CU Anschutz Medical Campus. Dalam penelitian tersebut, Johnson menguraikan bagaimana respons mencari makan merangsang pengambilan risiko, impulsif, pencarian hal baru, pengambilan keputusan yang cepat, dan agresivitas untuk membantu mengamankan makanan sebagai respons bertahan hidup. Aktivasi berlebihan akibat asupan gula berlebih dapat menyebabkan perilaku impulsif yang dapat menyebabkan ADHD, hingga gangguan bipolar atau bahkan agresi.
"Sementara jalur fruktosa dimaksudkan untuk membantu kelangsungan hidup, asupan fruktosa telah meroket selama abad terakhir dan mungkin berlebihan karena tingginya jumlah gula yang ada dalam makanan Barat saat ini," tambah Johnson. Asupan fruktosa yang berlebihan dalam gula rafinasi dan sirup jagung, seperti dijelaskan dalam makalah ini, kemungkinan telah berkontribusi dalam patogenesis gangguan perilaku yang berhubungan dengan obesitas dan diet ala Barat. "Kami tidak menyalahkan perilaku agresif pada gula, melainkan mencatat bahwa itu mungkin salah satu kontributor," jelas Johnson.
Oleh sebab itu, Johnson merekomendasikan studi lebih lanjut untuk menyelidiki peran gula dan asam urat, terutama dengan penghambat baru metabolisme fruktosa. Identifikasi fruktosa sebagai faktor risiko tidak meniadakan pentingnya faktor genetik, keluarga, fisik, emosional dan lingkungan yang membentuk kesehatan mental, seperti ADHD, gangguan bipolar maupun perilaku agresif lainnya. Artikel ini merupakan bagian dari
KG Media. Ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.